LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
EFUSI PLEURA
1.
Efusi Pleura
Pengertian



Anatomi fisiologi
Pleura adalah membran tipis terdiri
dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua
lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang
membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang
melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan
lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua
lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan
antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :
Pleura visceralis :
1)
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial
yang tipis
2)
Di antara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
3)
Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura
yang berisi fibrosit dan histiosit
4)
Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan
kolagen dan serat-serat elastik
5)
Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial
subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Pulmonalis
danBrakhialis serta pembuluh limfe
6)
Menempel kuat pada jaringan paru
7)
Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura
Pleura
parietalis :
1)
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial
dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)
2)
Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler
dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak
reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur.
Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan
dermatom dad.
3)
Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
4)
Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
Pleura adalah suatu membaran serosa
yang halus membentuk suatu kantong tempat paru-paru berada yang jumlahnya ada
dua buah dan masing-masing tidak berhubungan.

Etiologi
Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada
dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 3 jenis efusi yang berbeda:
1) Efusi transudat
dapat disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Seperti kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma
nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2) Efusi eksudat disebabkan oleh infeksi, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen. Kanker,
tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis
merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura
eksudativa.
3) Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,infark paru,
tuberkulosis.
Timbulnya
efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sbb:
1)
Hambatanresorbsicairan
dari rongga pleura, karenaadanyabendungansepertipadadekompensasikordis,
penyakitginjal, tumormediatinum, sindromameig (tumorovarium) dan sindromavena
kava superior.
2)
Pembentukancairan
yang berlebihan, karenaradang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis,
absesamubasubfrenik yang menembuskerongga pleura,
karenatumordimanamasukcairanberdarah dan karena trauma. Di indonesia
80% karena tuberculosis.
Klasifikasi
Berdasarkan
lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya. Akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
berikut: kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik,
asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Berdasarkan jenis cairannya
dibedakan menjadi:
1)
Hemotoraks (darah di
dalam rongga pleura)
2)
Empiema (nanah di
dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia
atau abses paru menyebar ke
dalam rongga pleura.
3)
Kilotoraks (cairan
seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada saluran
getah bening utama di dada (duktus
torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.
Patofisiologi

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik
menurut:
Gejala yang paling sering ditemukan
(tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah
sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika
penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: batuk,
cegukan, pernafasan yang cepat dan nyeri perut. Sekitar 25% penderita efusi
pleura keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis ditegakkan.
Gejala lainnya
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak napas.
2) Adanya
gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
3) Deviasi
trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
4) Efusi
malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk.
5) Area yang
mengandung cairan atau menunjukkan bunyi nafas minimal atau tidak sama sekali
menghasilkan bunyi datar atau pekak saat diperkusi.
6) Bila
terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak terjadi.
Komplikasi
1.
Fibrotoraks
Efusi pleura yang
berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran
pleura tersebut.
2.
Atalektasis
Atalektasis adalah
pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat
efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan
dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4.
Kolaps Paru
Pada efusi pleura,
atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
Prognosis
Prognosis
sangat bervariasi dan tergantung pada faktor penyebab dan ciri efusi pleura.
Pasien yang mencari pertolongan medis lebih dini karena penyakitnya dan dengan
diagnosis yang tepat serta penatalaksanaan yang tepat pula memiliki angka
komplikasi yang lebih rendah.
Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di indonesia. Hal ini lebih
banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara barat,
efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan
pneumonia bakteri. Di amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta orang/tahun. Di
indonesia tb paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan.
2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena
tb lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura
ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.
Tes Diagnostik
Padapemeriksaanfisik,
denganbantuan stetoskop akanterdengaradanyapenurunansuarapernafasan.
Apabilacairan yang terakumulasilebihdari 500 ml,
biasanyaakanmenunjukkangejalaklinissepertipenurunanpergerakan dada yang
terkena efusipadasaatinspirasi, padapemeriksaanperkusididapatkan
dullness/pekak, auskultasididapatkansuarapernapasanmenurun, dan vocal fremitus
yang menurun.
Untuk membantu memperkuat diagnosis,
dilakukan pemeriksaan berikut:
1) Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan
langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
2) Ct scan dada
Ct scan dengan jelas menggambarkan
paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3) USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi
dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran cairan.
4) Torakosentesis
penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5) Biopsi
jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6) Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi dengan foto thoraks. Dengan
foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam
rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA
paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks
posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang
tidak tajam.
7) Bronkoskopi
bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
8) Pemeriksaan
komposisikimiaseperti protein,
laktatdehidrogenase (ldh), albumin, amylase, ph, dan glucose.
9) Dilakukanpemeriksaan gram, kultur, sensitifitasuntukmengetahuikemungkinanterjadiinfeksibakteri.
10) Pemeriksaanhitungsel
11) Sitologiuntukmengidentifikasiadanyakeganasan
Penatalaksanaan
1)
Efusi karena
gagal jantung penatalaksanaannya:
a)
Diuretik
b)
Torakosentesis diagnostik bila:
-
Efusi unilateral
-
Efusi menetap dengan terapi diuretic
-
Efusi
bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna
-
Efusi+febris
-
Efusi+nyeri dada pleuritik
2)
Efusi pleura karena
pleuritis tuberculosis
Obat anti tuberkulosis (minimal 9
bulan) + kortikosteroid dosis 0,75-1mg/kg BB/hari selama 2-3 minggu, setelah
ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis terapeutik, bila sesak atau
efusi>tinggi dari sela iga.
Diberikan
terapi antibiotik jangka panjang. Jika darah memasuki rongga pleura biasanya
dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan
obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan
streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat
dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan. Pengobatan
untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa
dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat
aliran getah bening.
Bila penyebab dasar malignansi,
efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau beberapa minggu,
torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit,
dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan
selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-sealatau
pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi
mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk
mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi dan terapi diuretic.
3)
Efusi pleural dengan
empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan
pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam
bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari
tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari
pleura (dekortikasi).
4)
Efusi pleura keganasan
Penanganan efusi pleura keganasan
hampir selalu bersifat paliatif dengan tujuan untuk mengurangi gejala-gejala
dan mencegah pembentukan cairan pleura. Pengobatan terhadap kanker primer dapat
diberikan apabila diketahui lokasinya serta terdapat pengobatan untuk tumor
tersebut. Penanganan paliatif pada efusi pleura keganasan dapat berupa aspirasi
cairan, pleurodesis dan pembedahan.
Jika jumlah cairannya sedikit,
mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah
cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu
dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
Cairan pleura dapat dikeluarkan
dengan jalan aspirasi secara berulang atau dengan pemasangan selang toraks yang
dihubungkan dengan water seal drainage(wsd). Cairan yang dikeluarkan
pada setiap kali pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1000 ml untuk mencegah
terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara mendadak.
Salah
satu penatalaksanaan yaitu pleurodesis. Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam
rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.
Pleurektomi
jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi pleura
keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan
pembedahan menimbulkan risiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah
ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini
terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan
lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, di mana cairan
pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
Tgl.pengkajian:
21 Oktober 2012 Jam:
08.30 WIB Oleh: Adel
I.
IDENTITAS
A. Pasien
Nama : Tn. N
Umur
: 53 th
Jenis
kelamin : Perempuan
Alamat : Panggang,
Wonosari
Status
perkawinan : Menikah
Suku
: jawa
Agama
: Kristen
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan :Swasta
Tgl
masuk RS : 21 Oktober 2012
No.RM : 19210810
Ruang : R. J RS Bethesda
Diagnosa
Medis : Regurgitasi Aorta
B. Keluarga/
Penaggung jawab
Nama : Ny. S
Hubungan
: Suami
Umur
: 57 thn
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat :
Panggang, Wonosari
II.
RIWAYAT
KESEHATAN
A. Kesehatan
Pasien
1. Keluhan
Utama
Klien mengatakan nyeri dada selama 3 hari.
2.
Keluhan Tambahan :
Klien mengatakan selain selain nyeri dada klien
juga mengeluh sesak nafas, kelelahan dan
kehilangan napsu makan.
3.
Alasan masuk rumah sakit :
Saat di kaji klien mengatakannyeri dada dan sesak nafas selama 3
hari.
4. Riwayat
Penyakit Sekarang
Pada
tanggal 21 Oktober 2012, pukul 05.00
pasien mengeluh sesak nafas. Lalu oleh
keluarga dibawa ke RS Bethesda. Sebelum di bawa ke RS, pasien sudah periksa ke
mantri, diberi obat tetapi belum sembuh.
5.
Riwayat Penyakit Masa Lalu
Pasien
tidak memiliki penyakit di masa lalunya.
6.
Alergi :
Pasien tidak memiliki
riwayat alergi baik obat maupun makanan.
B.
Kesehatan Keluarga ( Genogram )
III. POLA FUNGSI KESEHATAN
1.
Pola Nutrisi –
Metabolik
1.
Sebelum Sakit : tidak ada
2. Selama
Sakit : tidak ada
2.
Pola Eliminasi
1.Sebelum
Sakit
·
Buang air besar : tidak ada
·
Buang air kecil : tidak ada
2.Selama
Sakit
·
Buang air besar : tidak ada
·
Buang air kecil : tidak ada
3.
Pola Aktivitas
Tidur
1. Sebelum
sakit : tidaka ada
2. Selama Sakit :
tidak ada
4.
Pola
Kebersihan Diri
5.
Pola
pemeliharaan kesehatan :
a)
Penggunaan
tembakau : tidak ada
b)
NAPZA : tidak
ada
c)
Alkohol : tidak
ada
d)
Intelektual :
tidak ada
6.
Pola
reproduksi seksualitas
7.
Pola Konsep
Diri
·
Identitas diri
·
Ideal diri
·
Harga diri
·
Gambaran diri
·
Peran diri
8.
Pola Koping
·
Pengambilan keputusan
·
Hal- hal yang dilakukan jika mempunyai
masalah
9.
Pola Peran-
Berhubungan
·
Status pekerjaan
·
Status pekerjaan
Ibu rumah tangga
·
Selama sakit
10. Pola Nilai Keyakinan
1.
Sebelum sakit
2.
Selama sakit
Pemeriksaan fisik
B1
(breating)
Inspeksi
Peningkatan
usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu pernafasan.
Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal
pada sisi yang aktif), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum pruler.
Palpasi
Pendorongan
mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi trakea
dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang
jumlah cairannya > 300cc. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada yang sakit.
Perkusi
Suara
perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya
Auskultasi
Suara
napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan
semakin ke atas semakin tipis.
B2
(blood)
Pada
saat dilakukannya inspeksi, perlu diperhatikan
letak ictus cordis normal berada pada ICS 5 pada linea media clavikularis kiri
selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pergeseran jantung.
B3 (brain)
Pada
saat dilakukannya inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji, setelah sebelumnya
diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan
compos mentis, samnolen, atau koma.
B4
(bladder)
Pengukuran
volume output urine dilakukannya dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda
awal syok.
B5
(bowel)
Pada
saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain
itu juga perlu diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
B6
( bone)
Hal
yang perlu diperhatikan adalah apakah ada edema peritibial, feel pada kedua
ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan
capillary refill time. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk
kemudian dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.
Rencana pulang
1. Di
tempat tinggal :
Dengan
suami dan anak- anaknya
2.
Keinginan tinggal setelah pulang :
Di
rumah
3.
Pelayanan kesehatan yang digunakan sebelumnya
:
Mantri
4.
Kendaraan yang digunakan saat pulang :
Mobil
5. Antisipasi
terhadap keuangan setelah pulang :
Klien menggunakan
jamkesda , sehingga klien mendapat keringanan
6. Antisipasi
masalah perawatan diri : masalah perawatan diri klien dibantu oleh keluarga di
rumah
Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura, ditandai dengan :
DS : -
DO : -
b.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler. Ditandai dengan :
DS : -
DO : -
c.
Nyeri berhubungan dengan peradangan pada rongga
pleura, iskemia jaringan.
DS : -
DO : -
d.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuhberhubungan dengan anoreksia akibat sesak nafas sekunder
terhadappenekananstuktur abdomen, ditandai
dengan :
DS : -
DO : -
Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan
pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara
normal
Kriteria
hasil :
-
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal.
-
Pada pemeriksaan sinar x dada tidak ditemukan adanya
akumulasi cairan.
-
Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Identifikasi faktor penyebab.
2. Observasi
tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
3. Kaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
4. Baringkan
pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
5. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
7. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian o2 dan
obat-obatan serta foto thorax.
|
1. Dengan
mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2. Peningkatan
RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
3. Dengan
mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
4. Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
5. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
6. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
7. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor
kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru
|
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pertukaran gas dalam alveoli adekuat
Kriteria
hasil:
-
Tidak ada tanda sianosis dan hipoksia jaringan
-
Saturasi oksigen perifer 90%
-
Tidak ada gejala distress pernafasan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
2. Awasi
frekuensi jantung/irama
3. Observasi
warna kulit, membran mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis ferifer (kuku)
atau sianosis sentral (sirkumoral)
4. Kaji
status mental
5. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil.
6. Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya jumlah sputum
merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadran, dipsnea
berat, gelisah.
7. Awasi analisa gas darah, nadi oksimetri.
8. Berikan
terapi oksigen dengan benar.
|
1. Manifestasi
distress pernafasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum.
2. Takikardi
biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat sebagai respons terhadap
hipoksemia.
3. Sianosis
kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/menggigil.
Namun sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut
(membrane hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.
4. Gelisah,
mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
5. Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan menggagu
oksigenasi metabolik
6. Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan
membutuhkan intervensi medis segera
7. Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
8. Tujuan
terapi oksigen adalah mempertahankan pao2 diatas 60 mmhg. Oksigen diberikan
dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
|
3. Nyeri
berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura, iskemia jaringan.
Tujuan: Setelah
dilaksakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri dada
klien hilang.
Kriteria hasil :
-
Pasien
mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak
rileks
-
Tanda vital dalam batas normal.(s :
36–37,50c, n: 60–80 x/menit, t : 120/80mmhg, RR: 18–20 x/menit
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang
dialami pasien.
2.
Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya
nyeri
3.
Ciptakan lingkungan yang tenang
4.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
5.
Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan
pasien.
6.
Lakukan massage saat rawat luka.
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
|
1.
Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
pasien.
2.
Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan
3.
Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4.
Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
5.
Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.
Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan
pengeluaran pus.
7.
Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.
|
4. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan
anoreksia akibat sesak nafas sekunder terhadappenekananstuktur abdomen.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
- Berat
badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien
mematuhi dietnya.
- Kadar
gula darah dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
status nutrisi dan kebiasaan makan.
2. Identifikasi
perubahan pola makan
3. Timbang
berat badan setiap seminggu sekali.
4. Anjurkan
pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
5. Kerja
sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Komplikasi. |
1.
Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan
nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
2.
Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program
diet yang ditetapkan.
3.
Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat
badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4.
Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
5.
Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa
ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi
pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus
B.
Saran
Untuk
semua mahasiswa, saya sarankan agar dalam menyusun makalah, harus mempunyai
referensi yang banyak terutama dari buku-buku keperawatan, agar dalam
penyusunan makalahnya dapat berjalan dengan lancar dan juga bisa bermanfaat
bagi banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer
suzanne dan Brenda Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
Edisi 8. Jakarta : EGC
NURSING.
2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit : Jurnal Nursing
Marilynn E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
Syamsuhidayat
R. & Jong W. D (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Mitchell,
Kuman, Abbas & Fausto. Dasar Patologis Penyakit Edisi : 7. Jakarta : EGC
NANDA
Internasional. Diagnoas Keperawatan. Defenisi dan Klasifikasi. 2012-2014
LuckyClub: Play casino site for real money on Live Casino!
BalasHapusIf you are playing at Lucky Club Casino, you are sure to like playing, winning or losing, it luckyclub is a sure bet! Check out Lucky Club Casino.