Minggu, 08 Februari 2015

LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
1.      Efusi Pleura
Pengertian
*      Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (baughman c diane, 2000).
*      Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (smeltzer c suzanne, 2002).
*      Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (price c sylvia, 1995)

Anatomi fisiologi
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :
Pleura visceralis :
1)       Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis
2)       Di antara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
3)       Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit
4)       Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik
5)       Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Pulmonalis danBrakhialis serta pembuluh limfe
6)       Menempel kuat pada jaringan paru
7)       Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura

Pleura parietalis :
1)       Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)
2)       Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dad.
3)       Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
4)       Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
Pleura adalah suatu membaran serosa yang halus membentuk suatu kantong tempat paru-paru berada yang jumlahnya ada dua buah dan masing-masing tidak berhubungan.




Etiologi
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 3 jenis efusi yang berbeda:
1)      Efusi transudat dapat disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Seperti kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2)      Efusi eksudat disebabkan oleh infeksi, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
3)      Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,infark paru, tuberkulosis.
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sbb:
1)      Hambatanresorbsicairan dari rongga pleura, karenaadanyabendungansepertipadadekompensasikordis, penyakitginjal, tumormediatinum, sindromameig (tumorovarium) dan sindromavena kava superior.
2)      Pembentukancairan yang berlebihan, karenaradang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, absesamubasubfrenik yang menembuskerongga pleura, karenatumordimanamasukcairanberdarah dan karena trauma. Di indonesia 80% karena tuberculosis.


Klasifikasi
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya. Akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit berikut: kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:
1)      Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura)
2)      Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura.
3)      Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.













Patofisiologi







Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut:
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: batuk, cegukan, pernafasan yang cepat dan nyeri perut. Sekitar 25% penderita efusi pleura keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis ditegakkan.
Gejala lainnya
1)      Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2)      Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3)      Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4)      Efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk.
5)      Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi nafas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar atau pekak saat diperkusi.
6)      Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak terjadi.


Komplikasi
1.       Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2.      Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3.       Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.



4.      Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

Prognosis
Prognosis sangat bervariasi dan tergantung pada faktor penyebab dan ciri efusi pleura. Pasien yang mencari pertolongan medis lebih dini karena penyakitnya dan dengan diagnosis yang tepat serta penatalaksanaan yang tepat pula memiliki angka komplikasi yang lebih rendah.

Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta orang/tahun. Di indonesia tb paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena tb lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.



Tes Diagnostik
Padapemeriksaanfisik, denganbantuan stetoskop akanterdengaradanyapenurunansuarapernafasan. Apabilacairan yang terakumulasilebihdari 500 ml, biasanyaakanmenunjukkangejalaklinissepertipenurunanpergerakan dada yang terkena efusipadasaatinspirasi, padapemeriksaanperkusididapatkan dullness/pekak, auskultasididapatkansuarapernapasanmenurun, dan vocal fremitus yang menurun.

Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
1)      Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2)      Ct scan dada
Ct scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3)      USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4)      Torakosentesis
penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5)      Biopsi
jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.

Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6)      Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
7)      Bronkoskopi
bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
8)      Pemeriksaan komposisikimiaseperti protein, laktatdehidrogenase (ldh), albumin, amylase, ph, dan glucose.
9)      Dilakukanpemeriksaan gram, kultur, sensitifitasuntukmengetahuikemungkinanterjadiinfeksibakteri.
10)  Pemeriksaanhitungsel
11)  Sitologiuntukmengidentifikasiadanyakeganasan


Penatalaksanaan
1)      Efusi karena gagal jantung penatalaksanaannya:
a)      Diuretik
b)      Torakosentesis diagnostik bila:
-     Efusi unilateral
-     Efusi menetap dengan terapi diuretic
-     Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna
-     Efusi+febris
-     Efusi+nyeri dada pleuritik
2)      Efusi pleura karena pleuritis tuberculosis
Obat anti tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75-1mg/kg BB/hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis terapeutik, bila sesak atau efusi>tinggi dari sela iga.

Diberikan terapi antibiotik jangka panjang. Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan. Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.

Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau beberapa minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-sealatau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.

Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi dan terapi diuretic.

3)      Efusi pleural dengan empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).

4)      Efusi pleura keganasan
Penanganan efusi pleura keganasan hampir selalu bersifat paliatif dengan tujuan untuk mengurangi gejala-gejala dan mencegah pembentukan cairan pleura. Pengobatan terhadap kanker primer dapat diberikan apabila diketahui lokasinya serta terdapat pengobatan untuk tumor tersebut. Penanganan paliatif pada efusi pleura keganasan dapat berupa aspirasi cairan, pleurodesis dan pembedahan.
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi secara berulang atau dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan water seal drainage(wsd). Cairan yang dikeluarkan pada setiap kali pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara mendadak.
Salah satu penatalaksanaan yaitu pleurodesis. Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan pembedahan menimbulkan risiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, di mana cairan pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.





ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tgl.pengkajian: 21 Oktober 2012             Jam: 08.30  WIB                           Oleh: Adel
             I.      IDENTITAS
A.    Pasien
Nama                           : Tn. N
Umur                           : 53  th
Jenis kelamin               : Perempuan
Alamat                                    : Panggang, Wonosari
Status perkawinan       : Menikah
Suku                            : jawa
Agama                         : Kristen
Pendidikan                  : SMA
Pekerjaan                     :Swasta
Tgl masuk RS              : 21 Oktober 2012
No.RM                        : 19210810
Ruang                          : R. J RS Bethesda
Diagnosa Medis          : Regurgitasi Aorta
B.     Keluarga/ Penaggung jawab
Nama                           : Ny. S
Hubungan                   : Suami
Umur                           : 57 thn
Pekerjaan                     : Ibu Rumah Tangga
   Alamat                                    : Panggang, Wonosari

          II.      RIWAYAT KESEHATAN
A.    Kesehatan Pasien
1.      Keluhan Utama
Klien  mengatakan nyeri dada selama 3 hari.
2.      Keluhan Tambahan :
Klien  mengatakan selain selain nyeri dada klien juga mengeluh sesak nafas,  kelelahan dan kehilangan napsu makan.

3.      Alasan masuk rumah sakit :
Saat di kaji klien  mengatakannyeri dada dan sesak nafas selama 3 hari.
4.      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 21 Oktober 2012,  pukul 05.00 pasien mengeluh  sesak nafas. Lalu oleh keluarga dibawa ke RS Bethesda. Sebelum di bawa ke RS, pasien sudah periksa ke mantri, diberi obat tetapi belum sembuh.
5.      Riwayat Penyakit Masa Lalu
Pasien tidak memiliki penyakit di masa lalunya.
6.      Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.

B.     Kesehatan Keluarga ( Genogram )










       III.      POLA FUNGSI KESEHATAN
1.      Pola Nutrisi – Metabolik
1.      Sebelum Sakit : tidak ada
2.      Selama Sakit   : tidak ada
2.      Pola  Eliminasi
1.Sebelum Sakit
·         Buang air besar     : tidak ada
·         Buang air kecil      : tidak ada
2.Selama Sakit
·         Buang air besar     : tidak ada
·         Buang air kecil      : tidak ada

3.      Pola Aktivitas Tidur
1.      Sebelum sakit   : tidaka ada
2.      Selama  Sakit    : tidak ada
4.      Pola Kebersihan Diri
5.      Pola pemeliharaan kesehatan :
a)      Penggunaan tembakau : tidak ada
b)     NAPZA : tidak ada
c)      Alkohol : tidak ada
d)     Intelektual : tidak ada
6.      Pola reproduksi seksualitas
7.      Pola Konsep Diri
·         Identitas diri                       
·         Ideal diri                 
·         Harga diri                
·         Gambaran diri         
·         Peran diri                 
8.      Pola Koping
·         Pengambilan keputusan
·         Hal- hal yang dilakukan jika mempunyai masalah


9.      Pola Peran- Berhubungan
·         Status pekerjaan
·         Status pekerjaan
Ibu rumah tangga
·         Selama sakit
10.  Pola Nilai Keyakinan
1. Sebelum sakit
2. Selama sakit

Pemeriksaan fisik
B1 (breating)
Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang aktif), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum pruler.
Palpasi
Pendorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 300cc. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada yang sakit.
Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya
Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas semakin tipis.


B2 (blood)
Pada saat dilakukannya  inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal berada pada ICS 5 pada linea media clavikularis kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
B3   (brain)
Pada saat dilakukannya inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji, setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos mentis, samnolen, atau koma.
B4 (bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukannya dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal syok.
B5 (bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
B6 ( bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah ada edema peritibial, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk kemudian dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.








Rencana pulang          
1.      Di tempat tinggal  :
Dengan suami dan anak- anaknya
2.      Keinginan tinggal setelah pulang :
Di rumah
3.      Pelayanan kesehatan yang digunakan sebelumnya :
Mantri
4.      Kendaraan yang digunakan saat pulang :
Mobil
5.      Antisipasi terhadap keuangan setelah pulang :
Klien menggunakan jamkesda , sehingga klien mendapat keringanan
6.      Antisipasi masalah perawatan diri : masalah perawatan diri klien dibantu oleh keluarga di rumah


















Diagnosa Keperawatan
a.       Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura, ditandai dengan :
 DS : -
 DO : -
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler. Ditandai dengan :
DS : -
 DO : -
c.       Nyeri berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura, iskemia jaringan.
DS : -
 DO : -
d.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan anoreksia akibat sesak nafas sekunder terhadappenekananstuktur abdomen, ditandai dengan :
DS : -
 DO : -









Rencana Intervensi
1.      Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien   mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
-                Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal.
-                Pada pemeriksaan sinar x dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan.
-                Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi
Rasional
1.      Identifikasi faktor penyebab.




2.      Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
3.      Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

4.      Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

5.      Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
6.      Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

7.      Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian o2 dan obat-obatan serta foto thorax.





1.      Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2.      Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

3.      Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
4.      Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

5.      Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
6.      Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
7.      Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pertukaran gas dalam alveoli adekuat
       Kriteria hasil:
-          Tidak ada tanda sianosis dan hipoksia jaringan
-          Saturasi oksigen perifer 90%
-          Tidak ada gejala distress pernafasan
Intervensi
Rasional
1.      Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.


2.      Awasi frekuensi jantung/irama
3.      Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis ferifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral)

4.      Kaji status mental




5.      Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil.

6.      Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadran, dipsnea berat, gelisah.
7.      Awasi analisa gas darah, nadi oksimetri.

8.      Berikan terapi oksigen dengan benar.




1.      Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2.      Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia.
3.      Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut (membrane hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.
4.      Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
5.      Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan menggagu oksigenasi metabolik
6.      Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medis segera
7.      Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
8.      Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan pao2 diatas 60 mmhg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.

3.      Nyeri berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura, iskemia jaringan.
Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri   dada klien hilang.
Kriteria hasil :    
-          Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta  tampak rileks
-          Tanda vital dalam batas normal.(s : 36–37,50c, n: 60–80 x/menit, t : 120/80mmhg, RR: 18–20 x/menit
Intervensi
Rasional
1.      Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
2.      Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri


3.      Ciptakan lingkungan yang tenang

4.      Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.


5.      Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.


6.      Lakukan massage saat rawat luka.

7.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
1.      Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.      Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan
3.      Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4.      Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5.      Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.      Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.
7.      Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.



4.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan anoreksia akibat sesak nafas sekunder terhadappenekananstuktur abdomen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan nutrisi dapat           terpenuhi
Kriteria hasil :
-   Berat badan dan tinggi badan ideal.
-   Pasien mematuhi dietnya.
-   Kadar gula darah dalam batas normal
-   Tidak   ada      tanda-tanda     hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.


2.      Identifikasi perubahan pola makan


3.      Timbang berat badan setiap seminggu sekali.



4.      Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

5.      Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Komplikasi.

1.      Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.      Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
3.      Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4.      Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
5.      Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.



BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
B.     Saran
Untuk semua mahasiswa, saya sarankan agar dalam menyusun makalah, harus mempunyai referensi yang banyak terutama dari buku-buku keperawatan, agar dalam penyusunan makalahnya dapat berjalan dengan lancar dan juga bisa bermanfaat bagi banyak orang.














DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer suzanne dan Brenda Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Edisi 8. Jakarta : EGC
NURSING. 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit : Jurnal Nursing
Marilynn E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Syamsuhidayat R. & Jong W. D (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Mitchell, Kuman, Abbas & Fausto. Dasar Patologis Penyakit Edisi : 7. Jakarta : EGC
NANDA Internasional. Diagnoas Keperawatan. Defenisi dan Klasifikasi. 2012-2014

















1 komentar:

  1. LuckyClub: Play casino site for real money on Live Casino!
    If you are playing at Lucky Club Casino, you are sure to like playing, winning or losing, it luckyclub is a sure bet! Check out Lucky Club Casino.

    BalasHapus